POSTKALIMANTAN.COM, KANDANGAN – Sidang lanjutan dari kedua terdakwa kasus dugaan menghalang-halangi atau merintangi kegiatan pertambangan di HSS dituntut pidana secara berbeda, Rabu (4/10/2023).
Hal itu dibacakan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)) di Pengadilan Negeri Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.
“Menyatakan terdakwa 1 Ahmad Saruf dan Muhammad Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan salah melakukan tindak pidana karena turut serta merintangi kegiatan usaha pertambangan dan telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 868 huruf b dan pal Ayat (2),” ucap JPU
Ditambahkan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa 1 Ahmad Sarif kurungan selama enam bulan dan terdakwa II Muhammad Yusuf dengan pidana kurungan selama lima bulan.
“Hal yang memberatkan terdakwa pertama pernah dihukum dan terdakwa kedua belum pernah, sedangkan hal yang meringankan keduanya tulang punggung keluarga,” terangnya.
Terkait itu, Kuasa Hukum, Dr Syaiful Bahri, SH., MH., menyampaikan, sebagai terdakwa dan warga negara yang taat hukum, maka clien kami memenuhi dan menempatkan posisi dalam mendapatkan keadilan.
“Jika kita berbicara kerangka hukum, agenda sidang ini pembacaan tuntutan JPU, hanya saja kita wajib menghormati dan menghargai atas tuntutan yang disampaikan JPU,” bebernya.
Dikatakan, kedua terdakwa dituntut secara berbeda yaitu ada dituntut enam bulan dan lima bulan, padahal didalam tuntutan jaksa, mereka ini bersama-sama, tetapi kenapa tuntutannya berbeda.
“Saya kira teman-teman JPU diduga tidak membaca frase menghalang-halangi, nanti kita sampaikan ke dalam pledoi atau nota pembelaan dari tuntutan JPU dalam bentuk tertulis,” ucapnya.
Disebutkan, di dalam pledoi, akan kita tuangkan secara detail kerangka hukum atas menempatkan seseorang menjadi terdakwa dan memberikan tuntutan dengan seadil-adilnya.
“Kita meminta kedua terdakwa, bisa dibebaskan tanpa syarat,” cetusnya.
Ditambahkan Syaiful, dalam kasus ini, ada yang memantau, sesuai keputusan Mendagri yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
“LSM memiliki kewajiban untuk memantau jalannya persidangan, dan proses ini amati dan diperhatikan oleh KY (Komisi Yudisial) RI,” jelasnya.
Persidangan selanjutnya pada Rabu, 11 Oktober 2023 dengan pembacaan pledoi atau nota pembelaan terdakwa. (NY)