PELAIHARI, POSTKALIMANTAN.com – Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muttaqin, Desa Kuala Tambangan, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, terus berjuang di tengah keterbatasan fasilitas. Meski jumlah santrinya kian bertambah, sarana pendidikan terutama bagi santriwati masih jauh dari kata memadai, Minggu (21/9/2025).
Ponpes yang berdiri sejak 1982 ini awalnya dirintis oleh Almarhum Guru Bunyamin bin Ali, kemudian dikembangkan oleh putranya, KH Salman Mulia. Dari hanya puluhan santri putra, kini jumlahnya mencapai 80 orang, sementara santriwati berjumlah 61 orang.
Namun, kontras dengan para santri putra yang sudah menempati pondok representatif, santriwati masih menumpang di madrasah lama di tengah kampung. Karena belum ada asrama, mereka harus menjalani aktivitas pulang-pergi setiap hari.
“Untuk putri memang masih belum ada tempat. Sebenarnya sudah disiapkan lahan sekitar 2 sampai 3 hektar, tapi terkendala dana. Jadi mereka terpaksa masih bolak-balik,” ungkap Ustad Ruba’i, salah satu pengasuh ponpes.
Keterbatasan tak hanya soal gedung. Ponpes Al-Muttaqin juga minim fasilitas pembelajaran modern. Saat ujian berbasis komputer digelar, pihak ponpes terpaksa meminjam laptop dari warga sekitar.
“Laptop yang ada digabungkan, bahkan minjam ke desa dan tetangga. Itu pun masih sangat kurang,” ujarnya.
Meski pernah menerima bantuan dari pemerintah daerah, Ustad Ruba’i menegaskan bahwa kebutuhan ponpes masih banyak yang belum terpenuhi. Ia berharap Pemkab Tanah Laut memberi perhatian lebih agar pendidikan santri dapat berjalan maksimal.
“Harapan kami tentu ada dukungan nyata dari pemerintah. Bukan hanya untuk pembangunan gedung putri, tapi juga fasilitas pembelajaran modern yang saat ini masih terbatas,” tegasnya. (MN)