KOTABARU, POSTKALIMANTAN.com – Guna mencegah potensi konflik antarnelayan serta menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah perairan, Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Korpolairud Baharkam Polri menggelar diskusi terbuka bersama kelompok nelayan di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Senin, (13/10/2025).
Kegiatan yang berlangsung hangat itu dihadiri oleh Kasi Opsnal Subdit Intelair Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri AKBP Suratno, S.H., M.M., perwakilan DPD HNSI Kalimantan Selatan Bidang Tangkap Juwartono, serta Ketua Ranting HNSI Kecamatan Pulau Laut Utara, Yusran, bersama sejumlah perwakilan nelayan pengguna jaring lampara dasar dan jaring rajungan.
Dialog ini menjadi wadah untuk mendeteksi dini potensi gangguan keamanan, mencegah konflik sosial, dan menyerap aspirasi masyarakat pesisir. Salah satu isu utama yang dibahas adalah zonasi penangkapan ikan dan perbedaan alat tangkap yang kerap menimbulkan kesalahpahaman antar kelompok nelayan.
“Masalah di laut sebaiknya diselesaikan melalui dialog, bukan konfrontasi. Kami terus mendorong sinergi antara aparat kepolisian, masyarakat pesisir, dan kelompok nelayan untuk menjaga laut tetap aman, tertib, dan produktif,” ujar AKBP Suratno dalam diskusi tersebut.
Ia menegaskan, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri akan rutin melakukan patroli, sosialisasi, dan pertemuan langsung dengan nelayan untuk mencari solusi melalui musyawarah.
Sementara itu, Yusran, Ketua Ranting HNSI Kecamatan Pulau Laut Utara, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Ditpolair menggelar pertemuan ini. Ia berharap komunikasi seperti ini dapat menjadi jembatan antara nelayan dan pemerintah.
“Banyak persoalan di lapangan terkait penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kami berharap adanya penggantian alat tangkap yang lebih ramah agar tidak memicu kesalahpahaman antar nelayan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Juwartono dari DPD HNSI Kalsel menyoroti kondisi geografis perairan Kalimantan Selatan yang dangkal, sehingga nelayan kerap beroperasi berdekatan. Menurutnya, hal ini sering kali menimbulkan gesekan karena perbedaan ukuran kapal dan jenis alat tangkap, ditambah minimnya alat navigasi.
“Kami mendorong pemerintah untuk segera menetapkan zonasi penangkapan sesuai alat tangkap dan ukuran kapal. Sosialisasi juga penting, karena masih banyak nelayan yang belum paham aturan zona tangkap,” jelasnya.
Ia juga berharap agar penegakan hukum terhadap pelanggaran perikanan dilakukan dengan mengedepankan pendekatan pembinaan ketimbang sanksi tegas yang justru bisa memicu konflik sosial di lapangan.
Sebagai penutup, seluruh peserta sepakat untuk menjaga kondusivitas wilayah laut Kotabaru dan menyelesaikan setiap permasalahan melalui musyawarah.
Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri menegaskan komitmennya untuk terus hadir sebagai mitra strategis nelayan dalam menjaga keamanan laut, mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir, sekaligus memastikan keberlanjutan sumber daya kelautan nasional. (Pk)