BANJARMASIN – Sudah berapa kali dilaporkan kepada pihak instansi dan lembaga berwenang, namun hingga kini belum ada gerakan nyata.
Inilah jeritan hati dari koran atas dugaan adanya mafia tanah pada proyek pembangunan Jalan Mataraman, di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), jumat (14/10/2022).
Helmi Mardani, salah satu yang mengaku pemilik tanah dari keterangan, yang terkena proyek itu, hingga kini belum menerima ganti rugi, yang padahal pembangunan telah berjalan.
Korban, yang kini tinggal di JaIan Las Family Komplek Bauntung Gang Bauntung 3 RT 033/ RW 011 Kelurahan. Keraton Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar, sangat berharap Ketua Tim Pemberantasan Mafia Tanah
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) untuk bersikap.
Juga bahkan dirinya membernikan diri mengungkapan atas dasar pula dari rujukan Surat dari Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat Kalimantan Selatan (LSM KSHNM-Kalse!) Nomor Surat: 93/KSHNM-KALSEL/|/2022.
Perihal laporan adanya dugaan mafia tanah yang telah ditujukan kepada Ketua Tim Pemberantasan Mafia Tanah Kejati Kalsel.
“Sehubungan dengan rujukan tersebut saya adalah saksi/ korban dalam peristiwa dugaan mafia tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan ruas Jalan Mataraman- Sungai Ulin Tahun Anggaran 2014,” ucapnya.
Ia juga mengaku tidak pernah menerima ganti rugi Tahun 2014 dari panitia pembebasan lahan Kabupaten Banjar dikarenakan harga masih tidak sesua.
“Tanah saya yang terkena pembebasan jalan tersebut terletak stategis tepat di pinggir jalan utama dan area pemukiman,” ucapnya.
Bahwa ukuran tanahnya terkena pembebasan ruas jalan tersebut hilang/berkurang sekitar 600 m2 dari hasil pengukuran awal Tahun 2007 ketika dilakukakan pengukuran kembali Tahun 2014.
“Padahal patok atau As jalan tidak berubah, Pada Tahun 2018 pemerintah Provinsi melalui Dinas PUPR Provinsi Kalsel melakukan pembebasan lahan kembali milik saya.
Karena tidak ada kesesuaian harga maka saya tidak menerima nilai ganti rugi yang sudah dianggarkan tersebut sampai sekarang. Lebih heran lagi tanah yang dibelakangnya jalan setapak malah saat itu dihargai cukup tinggi. Ini ada apa, ?,” jelasnya lagi.
“Semua apa yang saya ungkapkan sebagai saksi/ korban ini benar dan tidak ada paksaan dari siapapun juga dan sangat berharap aksi dari tim pemberatsan,” tutupnya.
Karena belum ada titik terang atas penanganan dugaan mafia tanah pada pembangunan tersebut, juga dari massa KSHNMK) sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dikomandoi H Bahrudin yang akrab disapa Amag Paluy, telah melakukan aksi protes.
Lainnya melayangkan surat ke Kejaksaan Agung), pada Rabu (5/10/2022).
Amang Paluy, selaku Ketua KSHNMK Kalsel, melayngkan atas rujukan surat laporan adanya dugaan mafia tanah 26 Januari 2022.
Pihaknya berharap dari Kejagung untuk bisa memerintahkan Ketua Tim Pemberantasan Kejati Kalsel) menyelasaikan proses hukum dan memberikan penjelasan sesuai isi surat terkirim.
Dalam masalah ini, lanjut Ketua KSHNMK, memang menduga adanya mafia tanah dan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah pembangunan Jalan Mataraman – Sungai Ulin.
Menurutnya, Pemkab Banjar menganggarkan melalui dana APBD Tahun 2014 yang telah terealisasi sebesar Rp 4,6 miliar lebih.
Dimana ini sesuai LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Banjar Tahun 2014 Nomor :1.A/LHP/XIX.BJM/05//2015, tanggal 25 Mei 2015.
Disebut pada tahun 2008 Pemkab Banjar merancanakan Pembangunan untuk memperlancar arus lalu lintas dari Hulu Sungai menuju Martapura dan Banjarmasin.
Namun diduga dimanfaatkan oleh oknum melakukan pembebasan lahan milik masyarakat yang terkena jalur dengan harga di bawah setandar.
“Ya ada yang keberatan yakni M Riduan dan Helmi Mardani karena tak sesuai, yang bahkan hingga kini tidak menerima ganti rugi untuk pembebasan lahan jalur,” pungkasnya.
(rl/si/tim)