Kalimantan dan Papua Masuk Daftar 10 Provinsi dengan Deflasi Tertinggi

  • Bagikan

Jakarta,  — Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang serius di awal September 2024, dengan laporan terbaru mengenai deflasi yang berlangsung selama empat bulan berturut-turut serta penurunan tajam dalam Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur. 3 September 2024

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Agustus 2024 mengalami penurunan bulanan sebesar 0,03%. Ini merupakan penurunan pertama sejak tahun 1999, yang terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan yang sangat volatil. Penurunan harga pangan, terutama beras, cabai, dan bawang merah, berkontribusi besar terhadap deflasi ini.

Selain itu, PMI Manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut, mencapai angka 48,9 pada Agustus 2024, turun dari 49,3 pada Juli 2024. Penurunan ini menunjukkan adanya pelemahan yang berkelanjutan dalam sektor manufaktur dan dampak negatif dari kondisi global yang tidak menentu.

Daftar 10 Wilayah dengan Deflasi Terdalam

Berikut adalah sepuluh provinsi di Indonesia yang mengalami penurunan IHK terbesar pada Agustus 2024:

  1. Kalimantan Tengah: Penurunan IHK terbesar sebesar 0,39%, dengan IHK turun menjadi 105,53. Meskipun ada kenaikan tahunan sebesar 1,29%, penurunan bulanan ini menunjukkan tekanan deflasi yang signifikan. Pengurangan harga pada komoditas seperti kelapa sawit dan karet berperan dalam penurunan ini.
  2. Kalimantan Selatan: IHK turun 0,36% menjadi 105,88. Pertumbuhan tahunan masih ada di angka 1,71%, meski tekanan deflasi bulanan cukup jelas. Penurunan harga energi dan bahan makanan memengaruhi indeks harga.
  3. Maluku: Mengalami penurunan IHK sebesar 0,34%, dengan angka IHK menjadi 106,54. Pertumbuhan tahunan di wilayah ini masih tercatat di 2,58%. Deflasi bulanan dipengaruhi oleh penurunan harga hasil laut dan bahan pangan lokal.
  4. Riau: Penurunan IHK sebesar 0,27%, dengan angka IHK menjadi 106,15. Wilayah ini menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 1,99%. Penurunan harga sawit dan produk olahannya berkontribusi pada deflasi ini.
  5. Sulawesi Tenggara: Mengalami penurunan IHK sebesar 0,27% menjadi 106,33. Pertumbuhan tahunan di wilayah ini tercatat 1,62%. Harga komoditas utama seperti nikel dan hasil pertanian menurun, menyebabkan deflasi.
  6. Sulawesi Tengah: Penurunan IHK sebesar 0,25% menjadi 106,75, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 2,14%. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya harga bahan bangunan dan hasil pertanian.
  7. Kalimantan Barat: IHK turun 0,25% menjadi 105,69. Pertumbuhan tahunan di wilayah ini masih tercatat 1,47%. Deflasi dipicu oleh penurunan harga produk pertanian dan barang konsumsi.
  8. Nusa Tenggara Timur (NTT): Mengalami penurunan IHK sebesar 0,25%, dengan IHK menjadi 105,09. Penurunan ini terkait dengan harga pangan dan bahan bakar yang menurun.
  9. Papua Tengah: Meskipun memiliki IHK tertinggi di antara wilayah lainnya, yaitu 109,93, masih mencatat penurunan sebesar 0,24%. Namun, pertumbuhan tahunan masih kuat di angka 3,74%. Penurunan harga komoditas seperti emas dan tembaga berkontribusi pada deflasi ini.
  10. Sumatera Selatan dan Kalimantan Utara: Mengalami penurunan IHK masing-masing sebesar 0,19%. Sumatera Selatan memiliki IHK sebesar 105,91, sementara Kalimantan Utara berada di angka 105,30. Pertumbuhan tahunan di kedua provinsi ini masing-masing sebesar 1,80% dan 1,59%, dengan penurunan bulanan yang moderat.
Baca Juga !  Diduga Tidak Ada Kompensasi, LSM BABAK Dan BP3K - RI Akan Layangkan Surat Ke PT Arutmin Indonesia

Hosianna Situmorang, Ekonom Bank Danamon, menyebutkan bahwa deflasi ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga pangan yang tidak stabil, terutama pada barang-barang pokok. Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, menambahkan bahwa penurunan PMI Manufaktur menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat yang kuat, yang berdampak pada pengurangan produksi dan pesanan baru.

Baca Juga !  Anggota DPRD Tala Meldawati Dari NasDem, Sambangi Warga Yang Terdampak Musibah Kebakaran, Untuk Serahkan Bantuan di Desa Ujung

Paul Smith dari S&P Global Market Intelligence mengungkapkan bahwa penurunan dalam sektor manufaktur Indonesia semakin tajam, terlihat dari penurunan pesanan baru dan output untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Fithra Faisal, Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, menekankan perlunya dukungan kebijakan untuk menstabilkan sektor manufaktur dan merangsang permintaan domestik.

Deflasi yang berkelanjutan dan kontraksi di sektor manufaktur menunjukkan adanya tekanan ekonomi yang mendalam. Pemerintah dan pelaku ekonomi harus segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga stabilitas ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Dukungan kebijakan yang tepat, termasuk stimulus ekonomi dan kebijakan moneter yang bijaksana, akan menjadi kunci untuk memulihkan perekonomian dan mengurangi dampak deflasi.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *