BANJARBARU – Masuknya listrik ke Desa Sangat disambut antusias oleh warga masyarakat, pasalnya mereka tak perlu lagi menghidupkan genset dan dapat menghemat biaya bahan bakar genset hingga Rp.600ribu per bulan.
Listrik sudah menjadi kebutuhan primer yang sangat penting untuk kehidupan dan menjadi lokomotif ekonomi bangsa. Luasnya Nusantara hingga beragam kondisi geografis yang ekstrem, tentu bukan pekerjaan mudah untuk mengaliri listrik dari rumah ke rumah. Di situlah peran penting dari PT PLN (Persero) untuk membuat Indonesia bisa terang benderang.
Yandi (42) Warga Desa Sangal yang bermata pencaharian sebagai petani mengatakan, sebelumnya memang belum ada jaringan listrik yang masuk ke Desanya.
Ketika petang datang, Yandi mulai menyalakan genset, beberapa warga Desa tersebut sudah menggunakan genset selama beberapa tahun terakhir guna memenuhi kebutuhan listrik. Genset akan beroperasi pada pukul 18.00 hingga 21.00 WIB, ketika jam tidur tiba, maka desa akan kembali gelap gulita ditemani lentera.
“Alhamdulillah, sejak listrik PLN masuk, warga tidak perlu menghidupkan genset, tidak ada lagi raungan mesin dimalam hari, dan kami dapat merasakan bagaimana terang dimalam hari,” ungkapnya.
Salah satu kebahagiaan Sriyani (46) warga desa Patikalain adalah dengan adanya listrik selama 24 jam penuh adalah bertambahnya waktu belajar bagi anaknya.
“Sekarang anak-anak tak takut belajar malam hari, karena sudah ada listrik. Terima kasih untuk PLN dan pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, General Manager PT PLN (Persero) UID Kalselteng, Muhammad Joharifin menyampaikan, banyak tantangan dalam melistriki hingga ke pelosok negeri. Medan yang berat dengan tekstur bergunung-gunung, kalau mau bawa tiang listrik saja harus nyebur, dilarutkan melalui sungai lalu digotong ke atas bukit oleh petugas pelaksana.
“Seberat apapun medan harus bisa kita taklukan agar desa-desa di Kalsel dan Kalteng terang benderang,” tuturnya.
Dirinya menambahkan, untuk menjalankan tugas besar tersebut, petugas PLN tak jarang harus menembus hutan belantara, pegunungan, tanah berlumpur, sungai dan sebagainya demi membangun jaringan listrik di pelosok.
Berjalan melalui lumpur, berenang menyebrangi sungai sambil mengangkat tiang listrik seakan sudah jadi makanan sehari-hari.
“Banyak tantangan yang kami hadapi dalam pemasangan listrik di desa-desa terutama daerah pelosok yang minim akses jalan, di antaranya mobilisasi alat karena medan yang sangat berat, ada juga beberapa masalah sosial yang harus kami hadapi, namun senyum puas warga yang akhirnya bisa menerima listrik menjadi kebahagiaan kami dan memacu kami untuk terus melistriki desa lain,” jelas Joharifin.
(tim)